ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK


A.    Pengertian
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupaka kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.(1)
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan emfisema pulmonum.(2)
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.(3)
Penyakit paru-paru obstruksi menahun merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.(4)

B.     KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut:
  1. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.(5)
  1. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu perubahan anatomic paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus.(5)
  1. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.(4)
  1. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.(1)

C.    Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan factor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:(3)
  1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
  2. Polusi udara
  3. Infeksi peru berulang
  4. Umur
  5. Jenis kelamin
  6. Ras
  7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
  8. Defisiensi anti oksidan
Pengaruh dari masing-masing factor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.




D.    Patofisiologi/Pathway
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.(6)
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.(6)
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).(3)
    

Kompensasi kardiovaskular
 
E.     Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok: (3)
1.      Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2.      Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:(3)
3.      Kelemahan badan
4.      Batuk
5.      Sesak napas
6.      Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
7.      Mengi atau wheeze
8.      Ekspirasi yang memanjang
9.      Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
10.  Penggunaan otot bantu pernapasan
11.  Suara napas melemah
12.  Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
13.  Edema kaki, asites dan jari tabuh.

F.     Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1.      Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a.       Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.(5)
b.      Corak paru yang bertambah(5)
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a.       Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.(5)
b.      Corakan paru yang bertambah.(5)
2.      Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.(5)
3.      Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.(5)
4.      Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.(5)
5.      Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6.      Laboratorium darah lengkap

G.    Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah: (3)
1.      Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2.      Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3.      Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:(3)
  1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
  2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
  3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
  4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.
  5. Pengobatan simtomatik.
  6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
  7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
  8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a.       Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b.      Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
c.       Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
d.      Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e.       Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.



H.    Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan Penyakit paru Obstruksi Kronis menurut Doenges (2000) adalah :
a.       Aktivitas dan istirahat
1)      Gejala :
a)      Keletihan, kelemahan, malaise.
b)     Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
c)      Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
d)     Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
2)      Tanda :
a)      Keletihan.
b)      Gelisah, insomnia.
c)      Kelemahan umum atau kehilangan masa otot.
b.      Sirkulasi
1)      Gejala
a)      Pembengkakan pada ekstrimitas bawah.
2)      Tanda :
a)      Peningkatan tekanan darah.
b)      Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.
c)      Distensi vena leher atau penyakit berat.
d)     Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
e)      Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)
f)       Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis, kuku tabuh dan sianosis perifer.
g)      Pucat dapat menunjukkan anemia.
c.       Integritas ego
1)      Gejala :
a)      Peningkatan faktor resiko.
b)      Perubahan pola hidup.
2)      Tanda :
a)      Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d.      Makanan atau cairan
1)      Gejala :
a)      Mual atau muntah.
b)      Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
c)      Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
d)     Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronchitis).
2)      Tanda :
a)      Turgor kulit buruk.
b)      Edema dependen.
c)      Berkeringat.
d)     Penurunan berat badan, penurunan masa otot atau lemak subkutan (emfisema).
e)      Palpasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis).
e.       Hygiene
1)      Gejala :
a)      Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehai-hari.
2)      Tanda :
a)      Kebersihan buruk, bau badan.
f.       Pernafasan
1)      Gejala :
a)      Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma).
b)      Lapar udara kronis.
c)      Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).
d)     Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).
e)      Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan pernafasan dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau asap misalnya asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.
f)       Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin (emfisema).
g)      Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.

2)      Tanda :
a)      Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema).
b)      Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan eksasebrasi akut (bronchitis kronis).
c)      Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan bahu, retraksi fosa supraklavikula, melebarkan hidung.
d)     Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk barrel chest), gerakan diafragma minimal.
e)      Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar (bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi nafas (asma).
f)       Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya jebakan udara dengan emfisema, bunyi pekak pada area paru misalnya konsolidasi, cairan, mukosa.
g)      Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus.
h)      Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan keseluruhan, warna merah (bronkhitis kronis, biru menggembung). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
i)        Tabuh pada jari-jari (emfisema).
g.      Keamanan
1)      Gejala :
a)      Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
b)      Adanya atau berulangnya infeksi.
c)      Kemerahan atau berkeringan (asma).
h.      Seksualitas
1)      Gejala :
a)      Penurunan libido.
i.        Interaksi sosial
1)      Gejala :
a)      Hubungan ketergantungan.
b)      Kurang sistem pendukung.
c)      Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.
d)     Penyakit lama atau kemampuan membaik.
2)      Tanda :
a)      Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena distress pernafasan.
b)      Keterbatasan mobilitas fisik.
c)      Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
j.        Penyuluhan atau pembelajaran
1)      Gejala :
a)      Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.
b)      Kesulitan menghentikan merokok.
c)      Penggunaan alkohol secara teratur.
d)     Kegagalan untuk membaik.
2)      Rencana pemulangan :
a)      Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri, perawatan rumah atau mempertahankan tugas rumah.
b)      Perubahan pengobatan atau program terapeutik.
Engram (2000) menambahkan pengkajian data dasar pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :
a.       Riwayat atau adanya faktor-faktor penunjang :
1)      Merokok produk tembakau (faktor-faktor penyebab utama).
2)      Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
3)      Riwayat alergi pada keluarga.
4)      Riwayat asma pada masa kanak-kanak.
b.      Riwayat atau adanya faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi, seperti alergen (serbuk, debu, kulit, serbuk sari, jamur) stress emosional, aktivitas fisik berlebihan, polusi udara, infekasi saluran nafas, kegagalan program pengobatan yang dianjurkan.
c.       Pemeriksaan fisik yang berdasarkan pengkajian sistem pernafasan (Apendiks A) yang meliputi :
1)      Manifestasi klasik dari Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :
a)      Peningkatan dispnea (paling sering ditemukan).
b)      Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).
c)      Penurunan bunyi nafas.
d)     Takipnea.
e)      Ortopnea.
2)      Gejala – gejala menetap pada proses penyakit dasar :
a)      Asma
(1)      Batuk (mungkin produktif atau non produktif) dan perasaan dada seperti terikat.
(2)      Mengi saat inspirasi dan ekspirasi, yang sering terdengar tanpa stetoskop.
(3)      Pernafasan cuping hidung.
(4)      Ketakutan dan diaforesis.
b)      Bronkitis
(1)   Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya terjadi pada pagi hari dan sering diabaikan oleh perokok (disebut batuk perokok).
(2)   Inspirasi ronkhi kasar (crackles) dan mengi.
(3)   Sesak nafas.
c)      Bronkitis (Tahap Lanjut)
(1)   Penampilan sianosis (karena polisitemia yang terjadi akibat dari hipoksemia kronis)
(2)   Pembengkakan umum atau penampilan “puffy” (disebabkan oleh udema asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmonal), secara klinis, pasien ini umumnya disebut “blue bloaters”.
d)     Emfisema
(1)   Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter toraks anterior posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).
(2)   Fase ekspirasi memanjang.
e)      Emfisema (Tahap Lanjut)
(1)   Hipoksemia dan hiperkapnia tetapi tak ada sianosis pasien ini sering digambarkan secara klinis sebagai “pink puffers“.
(2)   Jari-jari tabuh.
d.      Pemeriksaan diagnostik :
1)      Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi.
2)      Sinar x dada menunjukkan hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan bendungan pada area paru-paru.
3)      Pemeriksaan fungsi pru menunjukkan peningkatan kapasitas paru-paru total (KPT) dan volume cadangan paru (VC), penurunan kapasitas vital (KV), dan volume ekspirasi kuat (VEK).
4)      Jumlah Darah Lengkap menunjukkan peningkatan hemoglobin, hematokrit, dan jumlah darah merah (JDM).
5)      Kultur sputum positif bila ada infeksi.
6)      Esei imunoglobin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum (Immunoglobulin E) jika asma merupakan salah satu komponen dari penyakit tersebut.
e.       Kaji persepsi diri sendiri tentang mengalami penyakit kronis.
f.       Kaji berat badan dan rata-rata masukkan cairan dan diet harian.


I.       Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini: (1, 2, 7)
  1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
  2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
  3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
  4. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
  5. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
  6. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
  7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.



Masalah kolaboratif Potensial komplikasi yang daapt terjadi termasuk: Gagal/insufisiensi pernapasan
  1. Hipoksemia
  2. Atelektasis
  3. Pneumonia
  4. Pneumotoraks
  5. Hipertensi paru
  6. Gagal jantung kanan

J.      Intervensi Keperawatan
  1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan:
Pencapaian bersihan jalan napas klien
Intervensi keperawatan:
a.       Auskultasi bunyii nafaas. Catat adanya bunyi nafas misal mengi,ronchi dan crackels.
b.      Kaji frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi
c.       Catat derajad dispnea misal keluhan sesak, gelisah, ansietas,distress pernapasan dan penggunaan obat bantu nafas.
d.      Beri posisi yang nyaman misal penggian kepala tempat tidur duduk pada sandaran tempat tidur.
e.       Bantu untuk mengambil posisi batuk yang nyaman dan ajarkan teknik batuk efektif.
f.       Lakukan fibrasi pada daerah yang sesuai selama ekhalasi
g.      Minimalkan polusi lingkungan misalnya debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
h.      Bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
i.        Observasi karakteristik batuk misal menetap, batuk pendek. Bantu tindakan memperbaiki keefektifan batuk.
j.        Tingkatkan masukan cairan sampai 3000ml/hari sesuai toleransi jantung, memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan sebagai pengganti makanan.
k.      Kolaborasi. Beri obat sesuai indikasi.
.
  1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
Tujuan:
Perbaikan dalam pertukaran gas
Intervensi keperawatan:
a.       Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot bantu nafas, pernapasan bibir , ketidakmampuan bicara.
b.      Tinggikan kepala tempat tidur, bantu memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi klien.
c.       Kaji secara rutin kulit dan warna membran mukosa
d.      Dorong pengeluaran sputum , lakukan penghisapan bila diindikasikan.
e.       Auskultasi bunyi napas catat area penurunan aliran udara dan bunyi tambahan.
f.       Palpasi fremitus
g.      Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Slidiki adanya perubahan
h.      Evaluasi tingkat toleransi aktivitas, berikan lingkungan tenang, batasi aktifitas atau dorong untuk tidur istirahat di kursi dalam faso akut. Lakukan aktifitas bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi.
i.        Awasi tanda fital dan irama jantung.
j.        Kolaborasi.
  1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.


Tujuan:
Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin.
Intervensi keperawatan:
a.       Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.
b.      Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
c.       Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
d.      Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
e.       Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
f.       Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
g.      Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
h.      Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.
i.        Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
  1. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan  anoreksia, mual muntah.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Intervensi keperawatan:
a.       Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
b.      Auskultasi bunyi usus
c.       Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
d.      Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
e.       Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
f.       Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
g.      Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.
  1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
Tujuan:
Kebutuhan tidur terpenuhi
Intervensi keperawatan:
a.       Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
b.      Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.
c.       Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
d.      Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.
e.       Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.
  1. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan:
Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
Intervensi:
a.       Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
b.      Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.
c.       Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.
  1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
Tujuan:
Klien tidak terjadi kecemasan
Intervensi keperawatan:
a.       Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada perawat.
b.      Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
c.       Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami sesak.
d.      .
  1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.
Tujuan:
Klien meningkat pengetahuannya.

Intervensi keperawatan:
a.       Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.
b.      Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang sumber-sumber kelompok.
c.       Diskusikan obat pernapasan , efek samping, dan reaksi yang tidak diinginkan.
d.      Tekankan pentingnya perawatan oral atau kebersihan gigi.
e.       Berikan informasi tentang pembatasan aktifitas.
f.       Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medis, foto rontgen dan kultur sputum.
g.      Rujuk untuk evaluasi perawatan dirumah.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC

2.      Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses keperawatan, alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.

3.      Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta: Balai penerbit FKUI

4.      Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC

5.      Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI

6.      Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC

7.      Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC

8.      Caepenito Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC


Comments

Popular posts from this blog

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) HALUSINASI

SATUAN ACARA PENYULUHAN KESEHATAN JIWA LANSIA

SATUAN ACARA PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT